Berikut ini penjelasan mengenai keterlambatan melaksanakan vaksin Covid 19 dosis ke 2. Vaksinasi merupakan salah satu upaya penting untuk membantu penekanan laju penyebaran virus. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan laju vaksinasi yang saat ini berada di angka 1 juta 1,25 juta setiap harinya.
Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi keterlambatan dalam pelaksanaan vaksinasi, termasuk untuk penyuntikan dosis kedua yang saat ini sedang terjadi di beberapa daerah dikarenakan ketersediaan vaksin. Berdasarkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para ahli, dibutuhkan penyuntikan dua dosis vaksin Covid 19 bagi setiap individu untuk menciptakan kekebalan tubuh yang optimal. Selain itu, rentang waktu penyuntikan dosis pertama dan dosis kedua, serta dosis pemberian vaksin berbeda beda sesuai dengan rekomendasi untuk setiap jenis vaksin yang digunakan.
Juru bicara vaksinasi, Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, keterlambatan penyuntikan vaksin dosis kedua masih aman, selama masih dalam interval yang direkomendasikan para ahli. "Keterlambatan penyuntikan vaksin dosis kedua selama masih dalam interval yang direkomendasikan para ahli, masih aman dan tidak akan mengurangi efektivitas vaksin pertama sehingga antibodi kita masih dapat terbentuk dengan optimal melawan Covid 19," katanya, dikutip dari Kemkes.go.id . Adapun untuk vaksin Sinovac, jarak penyuntikan dosis 1 ke dosis kedua adalah 28 hari, sementara vaksin AstraZeneca 2 sampai 3 bulan.
Sementara bagi penyintas dapat divaksin setelah 3 bulan dinyatakan sembuh. Untuk penyintas yang sudah mendapatkan vaksin dosis 1 sebelum dinyatakan positif, maka bisa melanjutkan vaksinasi dosis kedua setelah sembuh 3 bulan dan tidak perlu mengulang. Perlu diketahui, pemerintah telah mendistribusikan 86.253.981 dosis vaksin dan 67.884.947 dosis telah digunakan di 34 provinsi.
Vaksinasi ini merupakan upaya tambahan untuk melindungi seseorang dari potensi penularan Covid 19, sehingga protokol kesehatan mutlak tetap dilakukan untuk memberikan perlindungan yang optimal. Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid 19, Dokter Reisa Broto Asmoro memaparkan tentang penelitian yang diterbitkan di New England Journal of Medicine tanggal 7 Juli 2021. Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa vaksin Sinovac efektif mencegah Covid 19, termasuk penyakit parah dan kematian.
Penelitian yang dilakukan dari 2 Februari hingga 1 Mei 2021 terhadap 10,2 juta orang tersebut menunjukkan efektivitas yang tinggi untuk pencegahan rawat inap, pencegahan masuk unit gawat darurat atau UGD, maupun pencegahan kematian terkait Covid 19. Selain itu, hasil penelitian Canadian Immunization Research Network (CIRN) juga menunjukkan bahwa satu dosis vaksin Astrazeneca dapat memberikan perlindungan substansial terhadap semua jenis varian Sars COV 2 yang jadi perhatian utama yaitu varian beta, gamma, delta, dan kent. Para peneliti menyimpulkan bahwa 2 dosis lengkap akan memberikan perlindungan yang lebih tinggi.
"Bagian pemerintah menyiapkan suplai vaksin yang sekarang sudah berjumlah hampir 180 juta dosis. Sedangkan bagian masyarakat tentunya dengan semangat menyiapkan diri divaksin," ujarnya dalam dialog virtual, Rabu (4/8/2021). Dokter Reisa Broto Asmoro juga menambahkan, vaksinasi akan membantu menekan angka kematian karena Covid 19. Prinsip program vaksinasi yaitu melindungi orang Indonesia sebanyak banyaknya dalam waktu secepat mungkin.
"Sebanyak banyaknya adalah kata kuncinya. Vaksinasi harus merata dan harus setara. Semua orang boleh mendapatkan vaksin," ungkapnya.