Mendekati tahun pemilu biasanya banyak terjadi kasus drama pemilu seperti serangan fajar. Serangan fajar adalah aktivitas curang yang dilakukan oleh sekelompok orang yang berafiliasi dengan politik yang memberikan jumlah uang tertentu kepada calon pemilih dengan tujuan menyuap calon pemilih untuk memilih dia. Hal ini tentu saja merupakan salah satu contoh sikap koruptif yang melanggar hukum. Sebagai masyarakat kita wajib menolak tindak kecurangan tersebut karena akan berdampak buruk bagi masyarakat.
Simak dampak buruk pemberian uang politik kepada masyarakat di bawah ini.
- Pemilihan Yang Tidak Jujur
Salah satu ciri serangan fajar ialah votes buying atau pembelian hak suara. Pembelian hak suara meliputi pemberian uang kepada masyarakat dengan tujuan agar mereka memilih sosok calon pemimpin yang memberikan uang tersebut. Alih-alih masyarakat memilih sesuai hati nurani dan kehendak mereka, masyarakat malah terpaksa memilih calon pemimpin siapa saja yang penting diimingi oleh uang. Ini merupakan contoh buruk salah satu tindak korupsi. Kemenangan politik dapat dibeli dengan uang/materi, serta mengesampingkan kapasitas dan kapabilitas. Politik uang juga dapat merendahkan martabat rakyat, di mana nilainya ide sebanding dengan apa yang akan didapatkan selama 5 tahun ke depan.
- Pemimpin yang Asal-Asalan
Karena politik uang kecenderungan memilih pemimpin yang asal-asalan sangatlah tinggi. Rakyat tidak diajak untuk menyerukan perubahan bersama-sama namun diarahkan untuk memenangkan sang calon semata. Hal ini tentu saja yang menciptakan seorang pemimpin yang tidak memiliki integritas dan kompeten untuk menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang dipilih asal-asalan tidak memiliki kompetensi kepemimpinan, pengetahuan, dan keterampilan untuk membangun daerah. Tidak tertutup kemungkinan kebijakan yang mereka pilih malah akan membuat rakyat menjadi rugi. Kepentingan rakyat tidak diutamakan diurutkan ke nomor sekian setelah memenuhi kepentingan pribadinya, kepentingan partai serta kepentingan donatur terlebih dahulu.
- Memicu Perbuatan Korupsi Lainnya
Sosok pemimpin yang terpilih dengan hasil politik uang selain tidak kompeten untuk menjadi sosok pemimpin yang amanah dan berintegritas, maka dia akan cenderung melakukan perbuatan korupsi lainnya. Bagaimana tidak misalkan saja dia telah mengeluarkan modal besar untuk melakukan politik uang sebelum pemilu, jika ia terpilih menjadi sosok pemimpin maka dalam pemerintahannya kemungkinan akan melakukan perbuatan korupsi untuk mengembalikan “modal” yang telah ia keluarkan selama kampanye. Bukan hanya itu saja korupsi tersebut dapat berdampak pada internal instansi yang ia pimpin. Contohnya saja jual beli jabatan, sedangkan dampak pada masyarakat bisa terjadi pungutan liar dan pemotongan anggaran APBD untuk kesejahteraan sehingga kualitas pembangunan daerah menjadi sangat berkurang. Hal buruk ini akan terjadi secara terus-menerus jika tidak ada yang menghentikannya.
- Konsekuensi Hukum Pidana
Satu hal yang pasti sosok yang menerima politik uang dan yang memberikan politik uang maka akan mendapatkan konsekuensi hukuman pidana. Sebagaimana diatur dalam Pasal 187A ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1 Tahun 2015 beserta perubahannya, dimana pelaku diancam pidana paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan serta denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sementara bagi penerima, diancam pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan serta denda paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Sebagai masyarakat pentingnya menjadi seorang pemilih yang cerdas. Cari tahu sosok pemimpin yang akan kita pilih sesuaikan visi dan misinya dengan sosok pemimpin yang kita inginkan. Mengkritisi program kerjanya agar lihat masyarakat untuk memajukan kesejahteraan. Untuk mempelajari lanjut lagi mengenai politik berintegritas dan sikap antikorupsi, bisa dibaca di sini